DWI SITI RAHAYU (201110104248)
KELAS F
D4 AANVULLEN
MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Pelayanan kebidanan bermutu adalah pelayanan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk dan diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Kode etik dan standar
pelayanan profesi, pada dasarnya merupakan kesepakatan di antara kalangan
profesi sehingga wajib digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan setiap
kegiatan profesi.
Dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan menjadi dua
macam:
Pertama, kepuasan yang mengacu pada penerapan kode
etik serta standar pelayanan profesi kebidanan. Kepuasan tersebut pada dasarnya
mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai hubungan bidan dengan
pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pemulihan, pengetahuan dan
kompetensi (scientific knowledge dan technical skill) serta efektivitas
pelayanan.
Kedua, kepuasan yang mengacu pada penerapan semua
persyaratan pelayanan kebidanan.
Suatu pelayanan dikatakan bermutu jika penerapan
semua persyaratan pelauanan kebidanan dapat memuaskan pasien. Ukuran pelayanan
kebidanan yang bermutu adalah ketersediaan pelayanan kebidanan (acailable),
kewajaran pelayanan kebidanan (appropriate), kesinambungan pelayanan kebidanan
(continue), penerimaan jasa pelayanan kebidanan (acceptable), keterjangkauan
pelayanan kebidanan (affordable), efisiensi pelayanan kebidanan (efficient),
dan mutu pelayanan kebidanan (quality). Mutu pelayanan kebidanan berorientasi
pada penerapan kode etik dan standar pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang
mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan. Tujuan akhir
kedua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut adalah kepuasan pasien yang
dilayani bidan.
Bentuk program menjaga mutu pelayanan kebidanan
tergantung dari unsur pelayanan kesehatan yang lebih diprioritaskan sebagai
sasaran, program menjaga mutu dapat dibedakan atas 5 macam, yaitu :
Program menjaga mutu prospektif adalah
program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan
diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure
masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu, perlulah diupayakan unsure masukan dan lingkungan yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok program menjaga mutu
prospektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan.
Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1. Standarisasi
(standardization)
Untuk dapat menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi institusi
kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada
institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya
ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran,
dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi
syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu
yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
Telah disadari
bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal merupakan komponen penting dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat
pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat
diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini untuk penanganan
keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian
ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang
dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Standar
pelayanan umum (2 standar)
b.
Standar
pelayanan antenatal (6 standar)
c.
Standar
pertolongan persalinan (4 standar)
d.
Standar
pelayanan nifas (3 standar)
e.
Standar
penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9 standar)
2. Perizinan
(licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu
berarti mutu pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk
mencegah pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti
dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan
pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga
pelaksana yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang
dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang
diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan
mandiri. Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
a.
Tujuan umum lisensi: Melindungi
masyarakat dari pelayanan profesi.
b.
Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan
batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Lisensi (perizinan) pada tenaga
kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor
32 tahun 1996 Bab III Pasal 4.
a.
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan
upaya kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
b.
Dikecualikan dari pemilikan ijin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
3. Sertifikasi
(certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari
perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan
dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
4. Akreditasi
(accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang
nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara
bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau
tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.
Yang dimaksud dengan Program menjaga
mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni
memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
Program menjaga mutu konkuren adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan
bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini,
perhatian utama lebih ditujukan pada unsur proses, yakni menilai tindakan medis
dan nonmedis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan kurang bermutu.
Program menjaga mutu konkuren dinilai
paling baik, namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena
adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan
cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali
apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh satu tim (team work),
atau apabila telah terbentuk kelompok kesejawatan (per group).
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya
menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal
dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan
tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan
dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya
keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan
lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin
baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa
agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
1. Tujuan
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang
bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program
menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan
program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas
masalah mutu berhasil ditetapkan.
b.
Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga
mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan
program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab
masalah mutu berhasil diatasi.
2. Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan,
banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang
dimaksudkan adalah:
a.
Dapat lebih meningkatkan efektifitas
pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat
hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara
penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program
menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat
serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan
secara benar.
b.
Dapat lebih meningkatkan efesiensi
pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat
hubungannya dengan dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau
karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
c.
Dapat lebih meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan
telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan
penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar
dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d.
Dapat melindungi pelaksana pelayanan
kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin
baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta
diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum
masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan
hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada
pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu
jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan
dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang
akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Program menjaga mutu retrospektif adalah
program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan
diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur
keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan tersebut
berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehtan
yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena program menjaga mutu retrospektif
dilaksanakan setelah diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek program
menjaga mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan
kesehatan, atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Beberapa contoh
program menjaga mutu retrospektif adalah:
1. Reviw
rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari
rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang
ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya
drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan obat, dan atau surgical
case review jika yang dinilai adalah pelayanan pembedahan. Review merupakan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan
kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian
dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun
terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
2. Review
jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk
bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran
patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang
ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan
yang bermutu.
3. Survei
klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari
pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan
secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap
pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang
dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview
secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.
Misalnya : survei kepuasan pasien.
Yang dimaksud dengan Program menjaga
mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab
menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan
kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan
tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
1. Tujuan
Tujuan Program Menjaga Mutu secara umum
dapat dibedakan atas dua macam. Tujuan tersebut adalah:
a.
Tujuan Umum
Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan
atas lima macam yakni:
1)
Diketahuinya masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarkan,
2)
Diketahuinya penyebab munculnya masalah
kesehatan yang diselenggarakan,
3)
Tersusunnya upaya penyelesaian masalah
dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
4)
Terselenggarakan upaya penyelesaian
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
5)
Tersusunnya saran tindak lanjut untuk
lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jika ditinjau dari peranan para
pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1. Para
pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam
pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan
tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2. Para
pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan (team based),jadi semacam gugus kendali mutu,sebagaimana yang banyak
dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat
dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena
sesungguhnya yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu
seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan itu sendiri.
Pada bentuk ini kedudukan organisasi
yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar
institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk
suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah
suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang
diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu
badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya,
membentuksuatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta
mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
oleh berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang
dikembangkannya.
Pada program menjaga mutu eksternal
seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit
diterima.
1. Menetapkan
Masalah Mutu
Masalah adalah sesuatu hal yang tidak
sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah
kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi
mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan,
dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan
sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan
kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :
a.
Melalui pengamatan langsung terhadap
petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan.
b.
Melalui wawancara terhadap pasien dan
keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
c.
Dengan mendengar keluahan pasien dan
keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
d.
Dengan membaca serta memeriksa catatan
dan laporan serta rekam medik.
Inventarisasi masalah mutu layanan
kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan
melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok
diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan. Setelah
terkumpul, masalah utu tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang
benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan
komfirmasi terhadap masalah yang terkumpul.
Klarifikasi di sini ditujukan untuk
menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk
menghindari terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih.
Komfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang
telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan
memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka yang bukan
masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan
ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan
ajar untuk mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan.
Karakteristik masalah mutu semacam ini antara lain :
a.
Mudah dikenali, karena biasanya dapat
dipecahkan dengan mudah dan cepat.
b.
Masalah mutu layanan kesehatan, yang
menurut petugas layanan penting;.
c.
Masalah mutu layanan kesehatan yang
mempunyai hubungan emosional dengan petugas layanan.
Setiawan. 2010,
sekumpulan Naskah etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: CV. Trans Info
Medika
W., Nurul Eko.
2010 Eika Profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Wahyuningsih,
Heni Puji. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
Zulvadi, Dudi.
2010. Etika & Manajemen Kebidanan. Yogyakarta: Cahaya Ilmu