PERDARAHAN POST PARTUM
POST PARTUM HEMORRHAGIC (PPH)
Disusun oleh :
Jusmala Sari
20110104259
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2012
PERDARAHAN POST PARTUM
POST PARTUM HEMORRHAGIC (PPH)
- Definisi
Perdarahan post
partum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml (Saifuddin, 2002). Terdapat
beberapa maqsalah mengenai definisi ini:
1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak
sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari sebenarnya. Darah
tersebut bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine. Darah juga tesebar
pada spons, handuk dan kain, di dalam ember dan di lantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi
akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri
terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat
untuk jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai
terjadi syok.
Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memeperkirakan akan
terjadinya perdarahan postpartum. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya
dilakukan pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan postpartum akibat
atonia uteri. Semua ibu harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis
perdarahan postpartum.
- Jenis-jenis Perdarahan Postpartum
Jenis-jenis perdarahan postpartum:
1. Perdarahan postpartum primer adalah
perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan.
2. Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah
perdarahan setelah 24 jam pertama persalinan.
(Prawirohardjo, 2005)
- Penanganan Umum
Pencegahan:
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya
perdarahan postpartum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan sesuai
prosedur dan tidah teburu-buru.
Penanganan:
Penanganan umum pada perdarahan postpartum
a) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak
awal (saat masuk)
b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada
persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pascapersalinan)
c) Lakukan observasi melekat pada 2 jam
pertama pascapersalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
d) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat
darurat
e) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya
pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f) Atasi syok
g) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan
bekuan darah, lakukan pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap,
eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
i)
Bila
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j)
Pasang
kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
k) Cari penyebab perdarahan dan lakukan
penangan spesifik.
- Sebab-sebab Perdarahan Post Partum
1. Perdarahan Poswtpartum Primer
Sebab-sebab
terjadinya postpartum primer adalah sebagai berikut:
a) Atonia Uteri
Pada kehamilan
cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran placenta, maka ibu dapat mengalami
perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas melekatnya placenta. Bila uterus
berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan
diantara serabut otot tadi. Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium
tidak dapat berkontraksi dan bila terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya placenta menjadi tak terkendali.
Seorang ibu
dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu
jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90 % perdarahan pascapersalinan
yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar
kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama
setelah kelahiran bayi (li, et al., 1996). Karena alasan ini, penatalaksanaan
persalinan kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi
kematian ibu.
Beberapa
faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang
isebabkan oleh atonia uteri adalah:
·
Yang
menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya:
jumlah air ketuban yang berlebihan, kehamilan gemeli, dan janin besar
(makrosomia).
·
Kala
satu dan/atau dua yan g memanjang.
·
Persalinan
cepat (partus presipitatus).
·
Persalinan
yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).
·
Infeksi
intrapartum.
·
Multiparitas
tinggi.
·
Magnesium
sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preekmpsia/eklampsia.
Penatalaksanaan
Atonia Uteri
Atonia uetri terjadi jika
uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil
(masase) fundus uteri.
Prosedur Kompresi
Bimanual Interna (KBI):
a. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat
tinggi atau steril, dengan lembut masukan secara obstetrik (menyatukan kelima
ujung jari) melelui introitus ke dalam vagina ibu.
b. Periksa vagina dan servik. Jika ada selaput
ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin hal ini menyebabkan uterus tak berkontraksi secara penuh.
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks
anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah depan sehingga uterus di tekan
dari arah depan dan belakang.
d. Tekan kuat uterus diantara ke dua tangan.
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang
terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
e. Evaluasi keberhasilan :
1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan
berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat
2) Jika uterus barkontraksi tapi perdaran
masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina, dan cerviks apakah terjadi
laserasi. Jika demikian, segara lakukan penjahitan untuk manghentikan
perdarahan.
3) Jiak uterus tidak berkontraksi dalam waktu
5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanua eksternal (KBE)
kemudian langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta
keluaga untuk menyiapkan rujukan.
Kompresi Bimanual Eksternal (
KBE) :
a. Letakan satu tangan pada dinding abdomen
dan dinding depan korpus uteri dan di atas simpisis pubis
b. Letakan tangan lain pada dinding abdomen
dan dinding belakang korpus uteri sejajar dengan dinding depan korpus uteri.
Usakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
c. Lakuakan kompresi uterus dengan cara
saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuuh darah di dalam
anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membatu uterus untuk berkontraksi.
b) Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Gejala dan tanda:
1. Perdarahan segera
2. Darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir.
3. Uterus kontraksi baik.
4. Pasenta lengkap.
5. Pucat, lemah dan menggigil.
Penatalaksanaan:
1. Periksalah dengan seksama dan perbaiki
robekan pada serviks atau vagina dan perineum.
2. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika
perdarahan terus berlangsung.
c) Retensio Placenta
Tanda dan
gejala:
1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
2. Perdarahan segera
3. Uterus berkontraksi baik.
Penanganan:
Jika plasenta
belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
Perikasa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tekhnik aseptic untuk
memasukkan kateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi at6au steril untuk
mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali melakukan penegangan tali pusat dan
tekanan doso cranial. Lakukan rujukan apabila setelah 30 menit plasenta belum
lepas. Tetapi apabila fasiliotas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian
timbul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual.
Plasenta
manual
Prosedur
melakukan plasenta manual:
1. Persiapan:
a. Pasang set dan cairan infuse.
b.
Jelaskan
pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
c.
Lakukan
anestesi verbal atau anaestesi perrectal.
d.
Siapkan
dan jalankan prosedur pencegahan ionfeksi.
2. Tindakan penetrasi ke dalam cavum uteri:
a. Pastikan kandung kemih dalam keadaan
kosong.
b. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10
cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
c. Secara obstetric, masukkan tangan lainnya
(pngguna tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi
bawah tali pusat.
d. Setelah mencapai bukaan serviks, minta
seorang asisten/penoilong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian
pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan
tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat imnplantasi
plasenta.
f. Bentangkan tangan obstetric menjadi datar
seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-kjari lain
saling merapat).
3. Melepas plasenta dari dinding Uterus.
g. Tentukan inplantasi plasenta, temukan tepi
plasenta palinag bawah.
h. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara
plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan
menggeser tangan ke kanan dan kri sambil digeserkan ke atasa (cranial Ibu)
hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari diding uterus.
4. Mengeluarkan Plasenta
i.
Sementara
satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal.
j.
Pindahkan
tangan luar dari fundus ke suprta simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian
instruksikan asisten/penoiolong untuk menarik tali pusat sambil tanmgan dalam
memvawa plasenta keluar. (hindari terjadinya percikan darah).
k. Lakukan penekanan (dengan tangan yang
menahan suprasinfisis) uterus kea rah dorso cranial setelah plasdenta
dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
5. Pencegahan Infeksi Pascatindakan
l.
Dekontaminasi
sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.
m. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan
peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
n. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
mengalir.
o. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan
kering.
6. Pemantauan Pascatindakan
p. Periksa kembali tanda vital ibu.
q. Catat kondisi ibu dan buat laporan
tindakan.
r.
Tulliskan
rencana pengobatan, tindakan yang masih diperluikan dan asuhan lanjutan.
s. Beritahukan kepada ibu dan keluarganya
bahwa bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan
asuhan lanjutan.
t.
Lanjutkan
pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan
|
|
|
d) Tertinggalnya Sebagian Placenta
Tanda dean
gejala:
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap.
2) Perdarahan segera.
3) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus
uteri tidak berkurang.
Penanganan Khusus:
1) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang
digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
2) Keluarkan sisa plasenta dengan tangan,
cunam ovum, atau kuret besar.
3) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji
pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana.
e) Inversio Uteri
Uterus
dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi bagian di luar saat
melahirkan plasenta.
Tanda dan
gejala:
1) Uterus tidak teraba.
2) Lumen vagina terisi masa.
3) Tampak tali pusat (jika plasenta belum
lahir) .
4) Perdarahan segera.
5) Nyeri sedikit atau berat.
Penanganan Khusus:
Reposisi sebaiknya dilakukan
segera. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi uterus yang terinversi
akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
1) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin
1 mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari 1000 mg) IM atau Ivsecara perlahan. Jangan
berikan oksitosin sampai in versi telah direposisi.
2) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji
pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana.
2. Perdarahan Pascapersalinan Sekuner
Peradrahan pascapersalinan
yang lama atau tertunda mungkin tanda terjadinya metritis .
Tanda dan
gejala:
a. sub-involusi uterus
b. Nyeri tekan perut bawah.
c. Perdarahan lebih 24 jam setelah persalinan
perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan
berbau (jika disertai infeksi).
Penanganan Khusus:
a. Berikan oksitosin
b. Jika swerviks masih berdilatasi, lakukan
eksplorasi dengan tangan untuk mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang
digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
c. Jikas saerviks tidak berdilatasi, evakuasi
unmtuk mengeluarkan sisa plasenta.
d. Pada kasus lebih jarang, jika perdarahan
terus berlanjut, pikirkan kemungkinan meklakukan ligasi arteri uterina dan
utero ovarika atau histerektomi.
e. Lakukan pemeriksaan histologi dari
jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika memungkinkan, untuk menyinkirkan
penyakit trofoblas ganas.
DAFTAR PUSTAKA
Abid. http://drabid.blogspot.com/2009/01/perdarahan-post-partum.html. tentang perdarahan post partum. Diakses 15 November 2009.
Israr, Yayan A. http://yayanakhyar.wordpress.com.tentang perdarahan post Jartum (post Jartum
haemorargik). Diakses
29 September 2009.
Saifuddin, Abdul Bari.
2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Gulardi.
2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: JNPK-KR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar